SELAMAT DATANG... di Blog DPRa PKS Kalianyar semoga semua tulisan yang ada diblog ini bermanfaat

Rabu, 14 Desember 2011

SAHABAT SEJATI


“Teman-teman akrab pada hari itu (hari kiamat) akan saling bermusuhan kecuali orang-orang yang bertakwa.”
(az-Zukhruf : 67)

Oleh : Kukuh Sulisman

“Barangsiapa keliru memilih tukang cukur, ia akan menyesal sebulan. Barangsiapa tidak tepat memilih teman hidup, ia akan menyesal di dunia. Barangsiapa salah memilih agama, ia akan menyesal dunia akhirat.”

Itulah untaian kata-kata yang masih terus terngiang dalam benak kita. Mutiara hikmah yang dipesankan leluhur, orang tua, dan guru ngaji diwaktu kecil, agar kita lebih jeli dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Agar kita mantap menatap masa depan.

Kehadiran sahabat sejati menjadi dambaan setiap orang. Ia adalah pelita penerang dalam kehidupan. Ia bak bintang yang menemani sang rembulan dilangit malam, bersama menghiasi panorama kegelapan. Ia selalu membawa keteduhan dan kesejukan dimanapun ia berada. Tak heran bila kepergiannya pun akan meninggalkan sejuta kenangan. Hari-hari kebersamaan dengannya selalu sulit untuk dilupakan, selamanya.

Ikatan ukhuwah bagi sahabat semacam ini tak akan putus diterjang badai kepentingan duniawi bernama materi, pangkat, jabatan, dan kekuasaan. Jarak yang jauh, perbedaan yang waktu dan ruang juga bukan menjadi penghalang. Sebab, pancaran kasih sayangnya timbul dari hati yang dalam. Bukan dari lisan yang suka berbohong. Bukan pula dari titah nafsu yang penuh noda.

Sahabat sejati kita mungkin tak sempat mengenyam pendidikan tinggi. Tak sempat kesana kemari sebebas kita. Kehidupan dunianya pun kadang masih ‘senin-kamis’. Jauh dibawah kita. Tapi ditengah kondisi seperti itu, ia masih sempat untuk selalu melemparkan senyum keakraban saat berpapasan. Ia masih punya waktu untuk menyediakan sapa mesra saat bertemu. Taushiahnya begitu menyentuh. Kata-katanya memberikan tetes embun kesejukan.

Kondisi yang ada menjadikan tawadhu dengan segala keagungan yang dimilikinya. Subhanallah, kesabarannya membuat semua kekurangan yang dipunyainya menjadi nikmat yang tak terkira, menjadi pesona yang tak ternilai.

Ia memang tak harus selalu mengiyakan semua tingkah laku kita. Ia tidak mesti selalu sependapat dan melulu memuji. Tidak pula harus selalu tampak sejalan dengan pikiran kita. Namun, ada kalanya ia laksana obat. Pahit tetapi mampu mengusir penyakit yang mungkin hinggap di tubuh sahabatnya. Ia berani mengkritik bijak setiap kesalahan kita. Ia takut kekurangan dan kesalahan itu akan membuat sahabatnya tercela. Baginya, biarlah ucapannya pahit didepan sang sahabat, ketimbang sang sahabat cacat di mata Allah, di mata agamanya, di mata orang lain.

Ia juga setia mengingatkan di saat sang sahabat lalai. Ia tak hanya piawai membuat kita ceria dibuai hiburan dan pujian tulusnya. Tetapi juga mahir membuat kita menangisi kekeliruan, menyadari segenap kesalahan, menginsyafi segala kelalaian. Lalu ia membimbing dengan ikhlas, mengajak berjalan bersama, berjuang bersama.

Dan yang terpenting, ia selalu mendukung, mengarahkan dan memberikan gagasan-gagasan cerdas untuk mengarungi kehidupan ini menuju muara cinta-Nya yang hakiki.

Sahabat sejati akan mencintai kita sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Merasa gembira dengan kegembiraan kita, turut bersedih kala duka menyapa kita. Ia hafal benar bunyi hadis: “Tidak sempurna iman seseorang diantara kamu hingga ia mencintai saudaranya seperti halnya ia mencintai dirinya sendiri.”

Ia juga selalu ingat sabda Rasulullah SAW, “Sebaik-baik manusia adalah yang palng bermanfaat bagi orang lain.”

“Islam hanya akan bisa bangkit kembali dengan cara  seperti ini. Bukankah Rasulullah SAW telah mempersaudarakan kaum Anshar dan Muhajirin hingga persaudaraan mereka sampai melebihi saudara kandung?” begitu jawabnya setiap ditanya tentang urgensi persaudaraan.

Ia pun sering membacakan hadis tentang tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah di hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya. Ia juga tak pernah bosan melantunkan hadis tentang syarat merasakan manisnya iman. Saling mencintai demi keridhaan Allah, itulah prinsip hidupnya pegangannya.

“Engkau membutuhkan sesuatu dariku dan aku bisa mempersembahkan yang terbaik untukmu,” kata-katanya yang selalu menghiasai lisannya yang sederhana.

Orang seperti ini dan sahabat-sahabat sejatinya, itulah yang sigambarkan Rasulullah SAW sebagai kelompok hamba Allah di akhirat. Mereka bukan dari golongan nabi dan syuhada, akan tetapi kedudukan mereka di sisi Allah sangat mulia. Bahkan cahaya benderang dari wajah mereka membuat para nabi dan syuhada merasa iri. Mereka tidak merasa takut ketika orang lain merasa takut, dan mereka tidak merasa khawatir ketika orang lain dilanda kekhawatiran.

Sosok seperti inilah yang mampu menjadikan persahabatan sebagai jembatan menuju ridha ilahi. Berbahagialah mereka yang sempat mendapatkan makhluk yang satu ini sebagai sahabat. Merasakan keindahan hakiki ditemani sosok mulia ini, sang pujaan hati, sahabat sejati. ■

[Lembaran Jum’at, Edisi 17 Th. 2010]