SELAMAT DATANG... di Blog DPRa PKS Kalianyar semoga semua tulisan yang ada diblog ini bermanfaat

Selasa, 13 Desember 2011

Fenomena Ustad Gadungan di Hong Kong: Dakwah Apa Tebar Maksiat?


Oleh : Adzimattinur Siregar

PKS Kalianyar - Jangan dikira para BMI di Hong Kong terlena dengan dunia barunya  lantas lupa pada Tuhan. Mereka justru haus akan ilmu ketuhanan. Saking hausnya, sampai-sampai berbagai komunitas rela mengundang para pengisi rohani, baik yang terkenal maupun yang tidak terkenal, diterbangkan langsung dari Indonesia.

Visi dan misi yang diusung juga sebenarnya untuk mencegah, agar BMI tidak tertular kemaksiatan yang makin marak saja di negeri Hong Kong ini.

Didatangkanlah ustad-ustad kondang dari Indonesia. Yang katanya lucu, yang katanya gaul, yang katanya bisa menyembuhkan penyakit, yang katanya bisa menghilangkan jin dan berbagai katanya yang lain.

Pokoknya, macam-macam saja keahliannya.

Baru-baru ini datanglah seorang ustad ke negeri Hong Kong. Pertama ketemu memang asyik. Saking asyiknya sampai gerak tangannya mulai merangkul-rangkul bahuku, dan mengelus-ngelus punggungku sok akrab.

Hadeuh, doi keasyikan kayaknya. Sekali, aku pura-pura gak tau. Dua kali, aku mulai melotot. Tiga kali, akhirnya aku pelan-pelan beringsut menjauh.

“Ah, ustadnya kali menyangka gw tomboy, anak TB kan gak doyan cowok, hihi,” batinku mencoba husnudzan.

Keesokan harinya, aku datang ke acaranya. Wuih, beda banget sama penampilannya yang kemarin pakai jeans dan topi. Kali ini sang ustad mengenakan gamis ala habib-habib dan peci plus kacamata hitam. Keren, elegan, bergaya ustadlah, pokoknya!

Tiba-tiba ada insiden. Beberapa saat lamanya microphone yang dibawa panitia malah tidak mau menyala. Setelah susah payah mencari baterai di ujung Victoria sana, akhirnya microphone pun menyala.

“Ah, saya gak mau ceramah kalau begini doang micnya,” komentar sang ustad berpenampilan habib itu.

Panitia sambil masih mengelap keringat akhirnya tergopoh-gopoh berpencar: pinjam microphone yang bagus!

Kira-kira sejam setelahnya, microphone pun ditemukan. Kami semua duduk di bawah, deg-degan menunggu sang ustad memulai ceramahnya yang digembar-gemborkan luar biasa lucu dan asyik itu.
Apalagi acaranya di tengah Victoria Park, sungguh strategis sekali untuk berdakwah karena semua orang mau gak mau jadi harus mendengarkan.

Kenyataannya, Saudara; jreng jreng, jreng jreeeng!
Apa yang terjadi justru sebaliknya, woooi!

Ceramahnya tidak lucu sama sekali di kupingku. Mungkin lucu bagi mereka yang suka lelucon porno. Saking sibuknya bikin orang ketawa, sang ustad lupa bahwa tugasnya di sini untuk berdakwah bukan melucu.

Sampai-sampai para BMI bertanya-tanya serius setelah acara, “Tadi itu ceramahnya tentang apa sih?” Nah lho?

Gimana gak pada bete, coba? Hari Minggu itu penting sekali, karena cuma di hari itulah mereka bisa libur. Orang-orang yang dengan niat ingin mengisi rohani, merelakan satu hari libur, datang jauh-jauh ke Victoria Park.

Dan ini, demi menemukan kekecewaan; karena tidak ada pencerahan sama sekali dalam ceramah sang ustad.

Panitia sendiri terlihat sangat bete. Bayangkan saja, mendatangkan ustad dari Indonesia tidak murah. Harapan mereka pasti besar sekali untuk acara ini. Tahu-tahu sang ustad menyelesaikan ‘ceramah’nya dengan alasan; capek sekali, baru selesai mengobati orang-orang yang sakit.

Setelah menghabiskan banyak waktu mempromosikan kemampuan mengobatinya, sosok bergaya habib itupun undur diri.

Panitia yang hendak mengundang sang ustad untuk makan malam, keesokan harinya cerita;
Bahwa beliau langsung menghilang seusai acara. Pulang tengah malam dengan tentengan bejibun. Oalaaah, belanja toh, Tad?

Beberapa hari kemudian, ketika sang ustad pulang, aku diajak untuk mengantarnya ke Bandara. Sebenarnya sama sekali bukan urusanku, tapi aku iseng ikut-ikut saja. Lumayan kan buat bahan tulisan. Mengingat diajaknya malam-malam sesudah kerja, naik mobil Alphard, ditraktir makan pula.

Biasalah, anak kampung Depok belum pernah naik mobil Alphard versi Hong Kong. Sepanjang  jalan itu, norak banget, terus aku doakan dalam hati: “Ya Allah, semoga kelak bisa ajak Mama dan Papa jalan-jalan naik mobil kayak gini, ih meuni keren pisan nya,” begitulah sambil elus-elus bangkunya.
Alkisah, sampailah kami di Airport Hong Kong. Telah ada dua orang wanita yang menyambut kami, eh, spesial sang ustad tentunya.

“Kami sudah dari siang,” kata salah satunya.

Aku yang terlihat bagai TKW ini pun langsung diperlakukan seperti sesamanya. Mereka terus-terusan meminta aku memotret dengan sang ustad. Awalnya samping-sampingan, lalu, eh, ndilalah; rangkul-rangkulan, bo!

Kemudian tibalah ketika sang ustad tengah duduk, seketika menarik salah satu wanita itu ke pangkuannya, dan, ndilalah (lagi!); memeluk mesra layaknya suami-istri. Astaghfirullah!

Seketika sekujur tubuhku kaku, kakiku serasa lumpuh dalam sekejap!

Demi Allah, aku sungguh merasa jengah, malu setengah mati kepada orang-orang yang melihati mereka. Ini ustad, ya, ustad geto looooh, ceracau batinku muak luar biasa!

Setelah itu, sang ustad mencoba merangkulku dengan alasan ingin foto bareng. Aku spontan berkelit. Sepertinya sudah saatnya nih mengeluarkan jurus taekwondo yang kupelajari sejak di bangku SD!
Beruntunglah tidak sampai terjadi adegan tragedi kemanusiaan, cieeeh!

Namanya keburu dipanggil karena bagasinya kelebihan 7 kilo. Matiii deh situ, ops, yo olooooh!
Aku melihatnya dari kejauhan, dia membuka bagasi, segala jenis oleh-oleh pun mbrudul, Saudara!
Panitia mencoba membantu merapikan, memberi saran barang-barang mana yang sebaiknya ditinggal. Tapi sang ustad bersikeras karena itu semua untuk A, B, C sampai Z.

Setelah kira-kira satu jam uyel-uyelan urusan bagasi, sosok menyebalkan itu pun masuk. Sekali lagi satu pelukan mesra dan omelan sayang dari kedua wanita,  entah siapanya itu.
Aku bergegas menyingkir, berjalan menuju mobil dengan keadaan pusing dan mual.
Di mobil, aku bertanya, “Itu salah satu mereka, istrinya ustad ya?”

Mulanya tidak ada yang menjawab. Aku pun menyimpulkan sendiri, lantas duduk dalam diam yang membeku.

Ketua panitia yang menyediakan apartemen untuk sang ustad akhirnya tidak tahan berkicau juga. Ia bercerita bahwa salah satu dari wanita itu belum dicerai oleh suami di kampung halamannya di Jawa sana.

Tetapi, wanita itu tinggal di kamar yang sama dengan ustad selama sepuluh hari!
Sepanjang jalan, aku termangu. Pusing, mual dan muak semakin berkelindan, mendengar tingkah-polah sang ustad gahol, bahlul!

Memang tidak setiap ustad berkelakuan aneh-nyeleneh begini. Kita gak boleh mencap semua ustad demikian, ya kan, men? Masih seabregan ustad yang mulia, baik hati dan suka bersedekah.
Mungkin cuma ustad satu ini saja yang nyeleneh. Apapun itu, aku jadi berpikir-pikir. Ada begitu banyak ustad yang didatangkan oleh berbagai organisasi BMI Hong Kong. Ada begitu banyak yang baik, tentu saja, aku yakin itu!

Tapi juga tidak sedikit ustad yang kehilangan arah. Aku merasa sangat kasihan kepada teman-teman BMI. Mereka yang sudah susah-payah, jauh-jauh mengorbankan hari liburnya demi mendapat pencerahan.

Namun, jangankan pencerahan yang diperoleh malah sebaliknya; wajah maksiat!
Wajarlah, wong ustadnya pun lupa tujuan datang ke Hong Kong itu ngapain: mau dakwah, blanja-blanji atau bergumul maksiat?

Causeway Bay-Hong Kong


[Taken from kompasiana]